Jumat, 04 Mei 2012

Mari Mencetak Generasi EMAS...

Oleh : Diah Agustin AP, S.Pd (Guru SMA Negeri 1 Imogiri)
TERATAI

Oleh Sanusi Pane            

(Kepada: Ki Hajar Dewantara)



Dalam Kebun di tanah airku

Tumbuh sekuntum bunga teratai

Tersembunyi kembang indah permai

Tidak terlihat orang yang lalu

Akarnya tumbuh di hati dunia

Daun berseri Laksmi mengarang

Biarpun dia diabaikan orang

Seroja kembang gemilang mulia

Teruslah O Teratai Bahagia

Berseri di kebun Indonesia

Biar sedikit penjaga taman

Biarpun engkau tidak dilihat

Biarpun engkau tidak diminat

Engkau pun turut menjaga zaman

                Sebuah puisi yang ditulis oleh seorang penyair Indonesia Sanusi Pane, yang dicipta sebagai bentuk penghargaan pada salah satu sosok terbaik yang dimiliki  bangsa Indonesia , yaitu Ki Hajar Dewantara  . Pada baris-barisnya tergambar bagaimana  Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889 – 28 April 1959) sebagai sosok sederhana namun memiliki pemikiran, kontribusi yang luar biasa bagi negara ini terutama di bidang pendidikan.Lebih lanjut, berkaitan dengan  jasa- jasanya itulah maka hari lahir Bapak Pendidikan Nasional ini dinisbatkan menjadi hari Pendidikan Nasional  yang diperingati oleh bangsa ini setiap tahunnya.

                Berbicara tentang sosok Ki Hajar Dewantara tentunya kita tidak bisa terlepas dari ajarannya yang sangat termasyur yaitu Ing ngarsa sing tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Sebuah ajaran yang seharusnya menjadi ruh bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Melalui ajaran Ki Hajar Dewantara tersebut menyadarkan setiap  insan pendidikan  untuk bisa mengimplementasikannya dalam mengemban amanah membimbing dan mencerdaskan  bangsa ini.

               Betapa tidak, Ing Ngarsa sing tuladha mengandung makna dimana seorang pendidik harus mampu berdiri didepan untuk memberikan contoh yang baik  bagi peserta didiknya. Ing  madya mbangun Karsa, menggambarkan  bagaimana seorang pendidik seharusnya tidak hanya terjebak pada prosesi rutinitas saja, namun lebih dalam mampu menciptakan prakarsa serta ide-ide segar saat berada di tengah atau diantara peserta didiknya.   Sedangkan, Tut Wuri Handayani,  mengandung  ajaran bahwa  seorang pendidik diharapkan mampu memberikan    dorongan serta arahan bagi peserta didiknya untuk menjadi lebih baik. Sebuah ajaran yang adhiluhung  , yang memang seharusnya diaplikasikan dalam dunia pendidikan saat ini.

               Lalu apakah selama ini para pendidik bangsa ini sudah mengimplementasikannya ? Memang perlu adanya kesadaran serta perjuangan yang tidak mudah untuk menerapkan ajaran tersebut ditengah dunia pendidikan yang semakin hari semakin memiliki masalah dan tantangan yang multikompleks.

                Di sisi lain, Peringatan Hari pendidikan Nasional yang pada tahun 2012 ini mengangkat tema  “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”  dapat dimaknai berbeda tergantung bagaimana prespektif kita memandangnya. Namun   munculnya  tema  “Bangkitnya Generasi emas Indonesia” secara otomatis seharusnya  tercatat tebal-tebal di benak seluruh pendidik bangsa ini, sebab di pundaknyalah amanah ini disematkan.

              Tentunya ini merupakan tantangan besar bagi seorang pendidik mampukah   mempersiapkan anak didiknya menjadi generasi emas bagi bangsa ini ?. Bukankah untuk mendapatkan logam mulia emas melalui proses, waktu dan perjuangan yang cukup panjang. Bagaimana bijih emas yang berasal dari lumpur didalam bumi ini kemudian mampu menjadi perhiasan makhota di atas kepala dengan harga yang cukup tinggi? Demikian juga tugas seorang  pendidik yang seharusnya mampu mengangkat anak didik dari keadaannya semula hingga mampu memiliki kedudukan yang lebih mulia.

Menganalogikan proses pembuatan emas, maka menciptakan generasi emas pun perlu pengorbanan , perjuangan dan proses yang panjang, kesabaran dan konsistensi dalam bersikap. Dalam mendidik siswa, seorang guru harus mampu memberikan layanan secara all-out. Sungguhpun jam kerja guru hanya berkisar antara 7-8 jam per hari, namun faktanya, guru tak bisa menolak kehadiran siswa di rumah untuk keperluan konsultasi kesulitan belajar bahkan masalah pribadi. Untuk menghasilkan peserta didik yang handal, seorang guru juga harus telaten ‘memoles dan memulas’ aneka karakter dan kepandaian siswa untuk menjadi siswa yang hebat. Konsistensi guru dalam menanamkan kedisiplinan dan mentalitas jujur dan kerja keras akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi hadirnya generasi emas bangsa kita.

Pertanyaannya adalah, mampukah para guru menerima tantangan ini? Seperti kita ketahui, pada akhir-akhir ini profesi guru sedang menjadi sorotan oleh berbagai kalangan. Bagi mereka yang menganggap bahwa profesi guru layak untuk mendapatkan tambahan penghasilan melalui tunjangan profesi, pada umumnya mereka terus mendukung program pemerintah ini. Namun, banyak kalangan yang menilai bahwa tunjangan profesi tak signifikan dengan kualitas lulusan (siswa), jumlah jam kerja guru tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh, hingga mempertanyakan kadar profesionalitas guru, telah menjadi persoalan yang berujung pada terjadinya mutasi besar-besaran di kalangan pendidik, baik lintas sekolah, lintas jenjang pendidikan, hingga lintas provinsi.

 Maka, berbekal filosofi yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, ada baiknya kita Kembali kepada esensi kita sebagai guru. Yakni membantu memberikan jalan bagi para siswa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik melalui pendidikan. Biarlah pemerintah yang menilai seberapa pantas kita dihargai secara finansial oleh pemerintah. Marilah kita sandarkan pada semangat pengabdian KH Dewantara.  Namun jika semangat kita mulai kendor seyogyanya kita mengingat bahwa perjuangan ini sangat mulia mengantar anak bangsa menuju kemuliaan. Satu keyakinan pasti bahwa Allah tidak tidur, serta Dialah yang paling adil dalam memberikan penghargaan yang pantas untuk pengabdian kita di bidang pendidikan. Hingg tak berlebihan jika kita berpikir diantara ratusan anak didik kita itu suatu kelak  salah satunya akan menggapai tangan kita menuju Surga-Nya.(Diah Ags.2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar