TERATAI
Oleh Sanusi Pane
(Kepada: Ki Hajar Dewantara)
Dalam Kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun dia diabaikan orang
Seroja kembang gemilang mulia
Teruslah O Teratai Bahagia
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman
Biarpun engkau tidak dilihat
Biarpun engkau tidak diminat
Engkau pun turut menjaga zaman
Sebuah puisi yang ditulis oleh seorang penyair Indonesia Sanusi Pane, yang dicipta sebagai bentuk penghargaan pada salah satu sosok terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia , yaitu Ki Hajar Dewantara . Pada baris-barisnya tergambar bagaimana Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889 – 28 April 1959) sebagai sosok sederhana namun memiliki pemikiran, kontribusi yang luar biasa bagi negara ini terutama di bidang pendidikan.Lebih lanjut, berkaitan dengan jasa- jasanya itulah maka hari lahir Bapak Pendidikan Nasional ini dinisbatkan menjadi hari Pendidikan Nasional yang diperingati oleh bangsa ini setiap tahunnya.
Berbicara tentang sosok Ki Hajar Dewantara tentunya kita tidak bisa terlepas dari ajarannya yang sangat termasyur yaitu Ing ngarsa sing tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Sebuah ajaran yang seharusnya menjadi ruh bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Melalui ajaran Ki Hajar Dewantara tersebut menyadarkan setiap insan pendidikan untuk bisa mengimplementasikannya dalam mengemban amanah membimbing dan mencerdaskan bangsa ini.
Betapa tidak, Ing Ngarsa sing tuladha mengandung makna dimana seorang pendidik harus mampu berdiri didepan untuk memberikan contoh yang baik bagi peserta didiknya. Ing madya mbangun Karsa, menggambarkan bagaimana seorang pendidik seharusnya tidak hanya terjebak pada prosesi rutinitas saja, namun lebih dalam mampu menciptakan prakarsa serta ide-ide segar saat berada di tengah atau diantara peserta didiknya. Sedangkan, Tut Wuri Handayani, mengandung ajaran bahwa seorang pendidik diharapkan mampu memberikan dorongan serta arahan bagi peserta didiknya untuk menjadi lebih baik. Sebuah ajaran yang adhiluhung , yang memang seharusnya diaplikasikan dalam dunia pendidikan saat ini.
Lalu apakah selama ini para pendidik bangsa ini sudah mengimplementasikannya ? Memang perlu adanya kesadaran serta perjuangan yang tidak mudah untuk menerapkan ajaran tersebut ditengah dunia pendidikan yang semakin hari semakin memiliki masalah dan tantangan yang multikompleks.
Di sisi lain, Peringatan Hari pendidikan Nasional yang pada tahun 2012 ini mengangkat tema “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia” dapat dimaknai berbeda tergantung bagaimana prespektif kita memandangnya. Namun munculnya tema “Bangkitnya Generasi emas Indonesia” secara otomatis seharusnya tercatat tebal-tebal di benak seluruh pendidik bangsa ini, sebab di pundaknyalah amanah ini disematkan.
Tentunya ini merupakan tantangan besar bagi seorang pendidik mampukah mempersiapkan anak didiknya menjadi generasi emas bagi bangsa ini ?. Bukankah untuk mendapatkan logam mulia emas melalui proses, waktu dan perjuangan yang cukup panjang. Bagaimana bijih emas yang berasal dari lumpur didalam bumi ini kemudian mampu menjadi perhiasan makhota di atas kepala dengan harga yang cukup tinggi? Demikian juga tugas seorang pendidik yang seharusnya mampu mengangkat anak didik dari keadaannya semula hingga mampu memiliki kedudukan yang lebih mulia.
Menganalogikan
proses pembuatan emas, maka menciptakan generasi emas pun perlu pengorbanan ,
perjuangan dan proses yang panjang, kesabaran dan konsistensi dalam bersikap. Dalam
mendidik siswa, seorang guru harus mampu memberikan layanan secara all-out. Sungguhpun jam kerja guru hanya
berkisar antara 7-8 jam per hari, namun faktanya, guru tak bisa menolak
kehadiran siswa di rumah untuk keperluan konsultasi kesulitan belajar bahkan
masalah pribadi. Untuk menghasilkan peserta didik yang handal, seorang guru
juga harus telaten ‘memoles dan memulas’ aneka karakter dan kepandaian siswa
untuk menjadi siswa yang hebat. Konsistensi guru dalam menanamkan kedisiplinan
dan mentalitas jujur dan kerja keras akan memberikan kontribusi yang cukup
signifikan bagi hadirnya generasi emas bangsa kita.
Pertanyaannya
adalah, mampukah para guru menerima tantangan ini? Seperti kita ketahui, pada
akhir-akhir ini profesi guru sedang menjadi sorotan oleh berbagai kalangan.
Bagi mereka yang menganggap bahwa profesi guru layak untuk mendapatkan tambahan
penghasilan melalui tunjangan profesi, pada umumnya mereka terus mendukung
program pemerintah ini. Namun, banyak kalangan yang menilai bahwa tunjangan
profesi tak signifikan dengan kualitas lulusan (siswa), jumlah jam kerja guru
tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh, hingga mempertanyakan kadar
profesionalitas guru, telah menjadi persoalan yang berujung pada terjadinya
mutasi besar-besaran di kalangan pendidik, baik lintas sekolah, lintas jenjang
pendidikan, hingga lintas provinsi.
Maka, berbekal filosofi yang dicetuskan oleh
Ki Hajar Dewantara, ada baiknya kita Kembali kepada esensi kita sebagai guru.
Yakni membantu memberikan jalan bagi para siswa untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik melalui pendidikan. Biarlah pemerintah yang menilai seberapa
pantas kita dihargai secara finansial oleh pemerintah. Marilah kita sandarkan
pada semangat pengabdian KH Dewantara. Namun jika semangat kita mulai kendor seyogyanya
kita mengingat bahwa perjuangan ini sangat mulia mengantar anak bangsa menuju
kemuliaan. Satu keyakinan pasti bahwa Allah tidak tidur, serta Dialah yang
paling adil dalam memberikan penghargaan yang pantas untuk pengabdian kita di
bidang pendidikan. Hingg tak berlebihan jika kita berpikir diantara ratusan
anak didik kita itu suatu kelak salah
satunya akan menggapai tangan kita menuju Surga-Nya.(Diah Ags.2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar